Jumat, 07 Februari 2014

Pria Berlesung Pipi

Aku tak tahu harus darimana memulainya. Begitu banyak mozaik kenangan yang terekam dalam benakku. Semua menyatu bagai untaian mutiara. Setiap butir mutiara itu memancarkan cahaya kemilau yang membias dari kenangan-kenangan didalamnya. Mencintai terlalu banyak, membuat diriku lembek dan selalu mengalah. Mencintai terlalu banyak membuatku sangat takut akan kehilangan. Kau, pria berlesung pipi yang belakangan ini mengisi hari-hariku. Pria yang selalu bisa menarik seluruh perhatianku. Tapi, kau juga pria yang selalu membuatku menangis. Kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu dan aku sangat menggilaimu. Tapi, itu bukan suatu alasan untuk kau bisa berbuat seenaknya padaku. Aku juga manusia, punya rasa lelah dan butuh kasih sayang.

6 bulan yang lalu kita resmi menjadi sepasang kekasih. Sama seperti pasangan lainnya, bulan-bulan pertama di hubungan kita, kita begitu manis. Kau menghujaniku dengan kata-kata cinta. Setiap pagi, siang, dan malam kau selalu mengirimiku pesan singkat yang begitu manis. Aku selalu terpesona dengan semua kata-katamu. Kau juga sangat perhatian, penuh kasih sayang. Tapi, memasuki bulan ke 4 hubungan kita, kau mulai berubah menjadi orang yang tak kukenal. Kau mulai suka marah-marah padaku. Membentakku jika aku melakukan sedikit kesalahan. Kau tak pernah lagi mengirimiku pesan singkatmu yang manis. Kau mulai kasar padaku. Bertingkah seolah-olah kau adalah Raja dan aku hanya dayang-dayang bagimu.
Kemana pria lembut yang kukenal 4 bulan lalu?
Kemana pria yang penuh kasih sayang itu?
Mengapa kau berubah menjadi sosok pria yang menakutkan bagiku?
Apa yang salah denganmu, priaku?
Kau selalu berteriak marah jika aku terlambat mengantarkan buku pesananmu. Kau bahkan tidak mau mendengarkan alasan mengapa aku terlambat. Kau selalu bilang bahwa aku pembawa sial. Kau juga sekarang menjadi pria yang ringan tangan. Bukan sekali dua kali aku menerima perlakuan kasarmu. Tapi, berulang kali kau melakukannya padaku.

Beberapa teman dekatku sudah sangat bosan menasehatiku dan merayuku agar aku segera memutuskan hubungan denganmu. Tapi aku masih saja bertahan untukumu. Meski kau sudah tak menganggapku sebagai kekasihmu. Meski kau selalu berkata kasar padaku. Aku percaya, kau akan berubah. Karena kau yang kukenal dulu, tidak seperti ini. Aku mencintaimu...dan akan selalu mencintaimu..
Aku merindukan pesan singkatmu. Aku merindukan dirimu yang dulu. Aku merindukan kata 'I Love You' darimu. Aku merindukan emote titik dua bintang yang selalu kau kirimkan padaku. Ah, jangankan kata 'I Love You' atau emote titik dua bintang. Memuji karyaku saja sekarang tak pernah. Padahal, dulu kaulah orang pertama yang bilang kalau tulisanku bagus, tulisanku layak dimuat di media. Sekarang, bahkan kau mencela semua pekerjaanku dan semua karyaku.
Sebenarnya apa yang terjadi padamu?
Inikah sifat aslimu?
Lantas, selama 4 bulan yang lalu, saat kau bersikap manis padaku, itu hanya topeng?
Ataukah terjadi sesuatu padamu hingga kau berubah 360 derajat seperti ini?
Jelaskan padaku, sayang. Apa yang sebenarnya terjadi?

Jika aku bertanya tentang kita, kau selalu memasang wajah tak bersahabat denganku. Padahal, aku hanya ingin mengingatkan betapa lucu dan manisnya kau yang dulu.
Bisakah sebentar saja kau redam emosimu yang meledak-ledak itu sayang?
Lihat aku! Ada aku, wanita yang sangat mencintaimu. Wanita yang dulu selalu kau peluk, wanita yang dulu selalu kau cium keningnya, wanita yang dulu selalu kau hapus air matanya.
Hingga kita sampai pada titik kejenuhan. Titik dimana kesabaranku sudah diambang batas. Malam itu, kau meneriakiku 'pelacur' di depan teman-temanku. Masalahnya sepele, hanya karena aku tak menjawab telepon darimu siang itu. Kau menuduhku selingkuh. Kau menuduhku selalu berganti-ganti pasangan.Kau melihat jijik ke arahku. Tidak sadarkah kau? Bahwa selama ini aku bertahan untukmu? Aku sangat tersakiti oleh kata-katamu. Satu tamparan kuhadiahkan di wajah tampanmu. Hatiku sakit. Dadaku sesak. Tak bisa kutahan lagi semua perlakuan kasarmu padaku. Aku lelah. Aku ingin segera lepas darimu.
Ini bukan cinta. Cinta tak akan seperti ini.
Ini bukan cinta, karena cinta tak akan menyakiti. Malam itu juga kuakhiri kisah kita.
Keputusanku sudah bulat. Aku dan kamu tidak akan bersatu. Entah apa yang harus aku ucapkan di penghujung kisah ini. Maaf atau terima kasih, yang pasti aku mendapatkan satu pelajaran berharga dari kisah kita. Terima kasih untuk semua yang kau berikan padaku. Aku pergi. Aku akan mengistirahatkan hati dan pikiranku.
Aku harus berusaha agar aku tak berkubang lagi pada kisah yang sama dan orang yang sama. Walau sulit, aku harus merelakan dan melupakan semua. Ya, walaupun rasa getir dan sakit yang aku rasakan. Tapi, aku berusaha untuk mencoba membuang jauh-jauh bayang-bayang dirimu dari otakku.

Berubahlah menjadi pria yang manis seperti yang kukenal dulu..
Aku akan mendoakan yang terbaik untukmu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar