Kulirik
layar handphone yang kugenggam. Sekarang sudah
pukul 01.00 WIB. Seharusnya anak perempuan pada umumnya sudah terlelap di atas
ranjang empuknya masing-masing. Tapi aku? Sampai detik ini tak sedikitpun
kurasakan kantuk. Ini salahku jika sampai saat ini aku belum terpejam, aku
selalu sulit mencari kantuk. Entah kenapa, sulitnya mencari kantuk sama dengan
sulitnya menerima bahwa aku telah kehilanganmu untuk selamanya. Malam ini, aku
kembali mengingat semuanya, menguap satu per satu kenangan yang telah berlalu.
Ada sedikit rasa sakit saat mengingat semuanya. Dan sampai sekarang aku masih
sangat mencintaimu. Tapi, sisa-sisa rasa sakit itu masih ada. Sama dengan
malam-malam terakhir saat kau memutuskan untuk pergi.
Saat menulis ini, aku habis menangis. Ya, aku menangis karena aku rindu. Aku
sangat merindukanmu, Sayang. Bisakah kau kembali? Mengusap air mataku seperti
yang biasa kau lakukan saat aku menangis karena Maag ku kambuh. Kenapa ini
semua terasa sangat tidak adil. Kau pergi tanpa pesan. Padahal, waktu itu kita
masih menghabiskan waktu berdua.
Begitu cepat kau tinggalkan aku sendiri. Kau pergi dengan sejuta impianmu.
Sementara disini aku masih berjuang untuk mengobati rasa sakit yang kau
torehkan minggu lalu. Disini, tepat di hatiku. Dan kini, Aku tak temukan tangis
di hari-harimu. Aku tak temukan penyesalan di sudut matamu. Kau terlihat
baik-baik saja. Tidak seperti aku yang selalu menangis jika mengingatmu. Hampir
setiap malam aku masih sering merindukanmu. Mengingat hubungan kita yang
baik-baik saja. Aku pernah kau bahagiakan. Aku pernah kau buat tersenyum
sepanjang hari. Tangan ini pernah kau genggam. Tubuh ini pernah kau peluk
dengan hangat.
Pada pertemuan kita minggu lalu. Kau menggenggam tanganku dengan erat seakan
memberi tahu bahwa kau sangat takut kehilangan aku. Kau menatap mataku sangat
dalam, bahkan kau tidak menggubris tab-mu yang berisi
dengan panggilan tidak terjawab dan beberapa chat dari temanmu. Saat itu aku merasa
begitu spesial, merasa begitu penting untukmu. Kau ingat? Siang itu kita masih
baik-baik saja. setidaknya itu yang kurasakan. Siang itu kita masih makan siang
bersama di tempat favorit kita. Kita masih tertawa, kita masih saling
menggenggam tangan, kita masih saling melemparkan kata-kata cinta. kau juga
bilang bahwa kau sangat mencintai aku. Kau bilang, kau mencintaiku seutuhnya,
bagi perempuan normal seperti aku, aku sungguh melayang kau bilang seperti itu.
aku tersenyum sambil memainkan rambutmu yang sedikit acak-acakan, menggelayut
manja di bahumu sementara tanganmu sibuk membetulkan anak rambutku yang
berantakan tertiup angin. Aku merasa kita begitu dekat, begitu hangat. Namun
aku tak sadar, justru disaat kita bisa begitu mesra, disaat itu jugalah hari
terakhir kita bertemu.
Malam itu, kau mengantarku pulang ke rumah. Seperti biasa, kau selalu mencium
keningku ketika aku turun dari motormu. Kau bisikkan di telingaku kata-kata
manis sebagai pengantar tidurku. Kau berikan senyum paling manis yang pernah
kulihat. Kau perlihatkan lesung pipimu yang begitu dalam. Dan, seperti biasa,
kau akan beranjak pulang dari halaman rumahku ketika aku sudah masuk ke dalam
rumah. Dan aku melihatmu dari balik jendela, menghilang di perempatan jalan
rumahku. Aku pun berjalan kearah kamar sambil terus memasang senyum di bibirku.
Malam itu juga, selang beberapa menit, aku mendapatkan kabar bahwa kau
mengalami kecelakaan. Kakiku lemas, tubuhku bergetar. Air mata terus mengalir
dan mulutku tak henti-hentinya memanjatkan doa untukmu. Berharap kau baik-baik
saja. sampai aku tersadar saat mendengar sesorang di sudut telepon mengatakan
bahwa kau meninggal di tempat. Duniaku seakan terhenti. Oh, Tuhan, inikah
takdirmu? Inikah takdir cinta kami? semua kebersamaan manis dengannya yang
kuinginkan lebih lama lagi harus terhenti saat ini juga. Berakhir hanya dengan
percakapan beberapa menit.
Sayang, taukah kau betapa aku sangat terpukul atas kejadian ini. Mengapa kau
tidak meninggalkan pesan apapun padaku saat kau membisikkan kata-kata cinta
ditelingaku? Mengapa tak kau selipkan harapan-harapanmu untukku saat kau kecup
keningku beberapa menit lalu? Sayang, katakan padaku bahwa kau hanya bercanda,
katakan padaku bahwa kau hanya mengerjaiku seperti yang kau lakukan seperti
biasa, saat aku marah karena kau telat menjemputku di kampus. Katakan sesuatu
padaku. Kumohon.
03.00
WIB
Air mataku kembali menentes. Kembali membasahi bantal bintang berwarna pink
kesayangangku. Bantal itu dari kamu, Sayang. Aku rasa, sudah saatnya aku harus
tidur, aku tau kau tidak suka melihat gadismu tidur hingga larut malam, bahkan
sekarang sudah hampir pagi. untuk itu kuputuskan untuk segera memejamkan mata.
Dan kulihat kau disudut kamarku, tersenyum berjalan ke arahku, memberi kecupan
di keningku dan mengucapkan kata-kata manis untuk pengantar tidurku, seperti
biasa yang kau lakukan. Terima kasih, Sayang…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar